Selasa, 06 Juli 2010

Aku Jadi Sarjana: Penantian Panjang Selama 4,2 Tahun


Syukur alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah SWT, karena pada hari Sabtu tanggal 6 Maret 2010 kemarin akhirnya saya diwisuda. Setelah 4 tahun 2 bulan 6 hari berjuang menimba ilmu di Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Ar-Raniry. Rasa senang dan bangga saya rasakan ketika Bapak. Prof. Dr. Farid Wajdi Ibrahim, M.A. (Rektor IAIN Ar-Raniry) menyerahkan map ijazah yang berwarna hijau tua (maksudnya ijazahnya nyusul belakangan..hehe), diteruskan Bapak. Dr Muhibbuthabary (Dekan Fakultas Tarbiyah) memindahkan tali topi toga kebesaran IAIN Ar-Raniry dari kiri ke kanan yang secara simbolik bahwa telah diwisudanya saudara Saiful Fuadi dan berhak menyandang gelar S.Pd.I (sarjana pendidikan islam). Apalagi kemarin semua keluargaku datang dari kampung halamanku Meureudu Pidie Jaya untuk menyambut acara wisudaku. Kami pun sempat berfoto-foto ria (inilah satu hal yang tidak bisa ditinggalkan…hehehe).

Pastinya kita semua sudah tahu bahwa wisuda hanyalah merupakan pelepasan secara resmi mahasiswa/i oleh universitas/sekolah tinggi, ia hanyalah merupakan simbolik bahwa seorang mahasiswa/i telah menyelesaikan pendidikannya. Tapi yang jauh lebih penting adalah hal-hal setelah wisuda itu sendiri, mau ke manakah kita? Mencari kerja atau meneruskan kuliah lagi? Sudah siapkah kita untuk menghadapi dunia kerja?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya kita mengenang kembali ke masa studi kita dulu, berapa buku yang harus kita baca, berapa makalah kuliah yang harus kita buat, berapa laporan yang harus kita susun, berapa banyak praktikum yang harus kita jalani, KPM dan PPL yang harus kita lalui, berapa sering dan lama kita harus menunggu dosen untuk bimbingan atau minta tanda tangan, dan lain sebagainya. Memang harus diakui untuk menjadi seorang sarjana tidaklah mudah. Namun itu adalah yang terbaik untuk kita sebagai bekal kita di masa mendatang.

Masih dalam rangka mengenang kembali ke masa studi dulu, selama kita studi tentu ada yang senantiasa memberikan dukungan moril maupun materil sehingga kita bisa terus mengenyam bangku pendidikan. Siapakah mereka? Betul sekali, mereka adalah kedua orang tua kita. Jangan tanyakan berapa yang harus kita bayarkan untuk pengorbanan mereka. Doa, cinta, kasih sayang, dan motivasi ibu/bapak tentunya tidak bisa dirupiahkan. Berapa banyak rupiah yang telah mereka keluarkan untuk membiayai kuliah kita, perjuangan dan dedikasi mereka agar si anak tetap bisa mengenyam bangku kuliah sampai akhir, mereka rela hidup sederhana asalkan setiap bulan bisa mengirim uang untuk anaknya, serta hal-hal lainnya yang telah mereka berikan dengan tulus dan tanpa meminta imbalan apapun. Mereka hanya ingin anak mereka menjadi orang yang sukses, yang taraf kehidupannya lebih baik dari mereka sekarang. Itulah mereka yang selalu bersedia apa saja untuk masa depan putra/inya, pantaskah bila kemudian kita mengecewakan mereka?

Kembali ke pertanyaan-pertanyaan tersebuat di atas. Saat prosesi wisuda, tentunya seorang mahasiswa senang sekaligus bangga, tapi di sisi lain rata-rata mahasiswa bingung ke mana harus mencari kerja, bayangan pengangguran intelektual di depan mata. Sementara orang tua sudah mengelontorkan biaya hingga titik penghabisan. Tentuanya orang tua menginginkan si anak menjadi orang yang bekerja dan mapan, jangan sampai menjadi pengangguran terdidik.

Setidaknya ada 3 faktor besar yang menyebabkan banyaknya pengangguran di tingkat sarjana, yaitu: Pertama adalah faktor eksternal, yaitu menyempitnya lapangan kerja yang ada, pesatnya lulusan Perguruan Tinggi (PT) tidak diimbangi dengan permintaan dari dunia usaha. Kedua dari PT, kebanyakan PT tidak mempersiapkan para lulusan untuk memiliki kompetensi yang memadai dan menjadikan mahasiswa mandiri. Dan, yang ketiga adalah faktor internal, yaitu dari sarjana itu sendiri, ketika kuliah mereka justru tidak memanfaatkan waktu untuk mengambil ilmu semaksimal mungkin.

Pada selembar kertas kehidupan saudara, Anda pasti sudah menuliskan sebuah kerangka kehidupan entah itu berada pada poin empat, poin enam, atau poin sembilan, sebuah kalimat utama: “saya adalah seorang S.Pd.I, SH, SE, ST, atau S, S, yang lainnya. Saudara kita telah ditempa walaupun masih perlu kita tajamkan lagi agar menjadi pisau yang berguna, kita telah melewati banyak rintangan-rintangan jeram perkuliahan yang memahirkan dan mematangkan pengetahuan, pengalaman, emosi, dan spiritual kita.

Hal yang harus kita ketahuai adalah bahwa wisuda bukanlah tahap akhir dari perjalanan hidup tapi merupakan langkah awal untuk membuka lembaran kehidupan kita yang baru untuk menjadi seorang yang lebih dewasa, lebih matang, dan lebih bisa mandiri. Mungkin saat masih kuliah masih ada yang bermalas-malasan dan belum mempunyai rencana yang jelas untuk kehidupan di masa depannya, sekarang bukanlah saatnya, jangan dibawa sikap-sikap tersebut. Sekarang adalah saatnya untuk bertindak untuk menjadi pejuang bagi masa depan, berjuanglah karena itu sudah menjadi bagian dari diri kita. Berusaha dan senantiasa memohon kepada-Nya untuk kemudahan jalan Anda dalam mengapai mimpi-mimpi Anda. Karena saya yakin saudara punya mimpi-mimpi besar untuk masa depan Anda.

2 komentar:

Nyayu Amibae mengatakan...

Alhamdulillah, selamat sob... masih mending 4,2 tahun, aku kemarin 5 tahun baru jadi sarjana, hehehehe. Dan yang pasti, klo kita sudah sarjana, orang tua lah yang bahagia. Klo kita, masa bahagia itu adalah masa pada proses kita menuju menjadi sarjana.
Oh ya, sebetulnya info ini aku dapat dari sahabat untuk ku, tapi aku masih menimbang-nimbang dulu. Kalu sobat tertarik coba saja untuk berjuang menjadi guru di daerah terpencil. kalau tertarik coba lihat di www.indonesiamengajar.org, ciayoooo..!!! ^_^

Saiful Fuadi mengatakan...

thx Hujan...betol tu kk, ortu kita jlz sngat snang bila anaknya dh brhasil. Thx jg atas informasinya kk...^^

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.